Metafisika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses analitis atas hakikat
fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang menyertainya.
Jika makna di atas dijadikan
landasan dalam memahami kata metafisika, maka, secara umum metafisika dapat
diterjemahkan sebagai ilmu yang mengkaji tentang sesuatu yang eksistensinya
berada di balik yang fisik atau kajian terhadap sesuatu yang eksistensinya
berada sesudah yang fisik (nyata).
Menurut para
pemikir metafisis seperti Plato dan Aristoteles memberikan asumsi dasar bahwa
dunia atau realitas adalah yang dapat dipahami (intelligible) yang mana setiap
aliran metafisika mengklaim bahwa akal budi memiliki kapasitas memadai untuk
memahami dunia. Seolah – olah akal budi memiliki kualitas “Ampuh” untuk
menyibak semua realitas mendasar dari segala yang ada.
Tafsiran Metafisika
Manusia memberikan pendapat mengenai tafsiran metafisika.
Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah
bahwa terdapat hal-hal gaib (supranatural) dan hal-hal tersebut bersifat lebih
tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata
Dari sini lahir
tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme.
Selain faham diatas, ada juga paham yang disebut paham
naturalisme. Paham ini sangat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham
naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal
yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam alam itu
sendiri, yang dapat dipelajari dan diketahui.
Penganut faham
naturalisme percaya bahwa setiap gejala, gerak bisa dijelaskan menurut hukum
kausalitas (hukum sebab-akibat) atau hukum stimulus-respon.
Contoh: bola
bilyard tidak akan bergerak kecuali karena ada bola yang menabraknya atau
disodok oleh tongkat bilyard.
Metafisika
menuntut orisinalitas berpikir yang biasanya muncul melalui kontemplasi atau
intuisi berupa kilatan-kilatan mendadak akan sesuatu, hingga menjadikan para
metafisikus menyodorkan cara berpikir yang cenderung subjektif dan menciptakan
terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini dinyatakan oleh Van Peursen
sangat diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika.
Pembahasan yang mendalam tentang keberadaan metafisika dalam
ilmu pengetahuan memberikan banyak wawasan bagaimana metafisika merupakan hal
substantive dalam menelaah lebih jauh konsep keilmuan dalam menunjang kejayaan
manusia dalam berfikir dan menganalisis. Sehingga manfaat yang mutlak terhadap
pengembangan ilmu dipaparkan Kuhn bahwa kontribusi metafisika terletak pada
awal terbentuknya paradigm ilmiah, ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap
pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dari luar, antara lain: metafisika,
sains yang lain, kejadian personal dan historis serta metafisika mengajarkan
sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan
kreativitas baru.
Selanjutnya Kennick juga mengungkapkan bahwa metafisika
mengajarkan cara berfikir yang serius, terutama dalam menjawab problem yang
bersifat enigmatif (teka-teki), sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin tahu
yang mendalam. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai
aliran, mainstream seperti : Monisme, Dualisme, Pluralisme, sehingga memicu
proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu.
Sementara
Van Peursen mengatakan bahwa metafisika menuntut orisinalitas berfikir, karena
setiap metafisikus menyodorkan cara berfikir yang cenderung subjektif dan
menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini diperlukan
untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika.
Metafisika
mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (First
Principle) sebagai kebenaran yang paling akhir. Serta hal yang paling booming dalam dunia
filsafat adalah bagaimana Descartes mengungkapkan bahwa Kepastian ilmiah dalam
metode skepticnya hanya dapat diperoleh jika kita menggunakan metode deduksi
yang bertitik tolak dari premis yang paling kuat (Cogito ergo sum)
Skeptis-Metodis Rene Descartes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar